Friday 18 November 2011

UU ITE Dipermasalahkan di MK



Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan uji materi atas UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Pemohon mempermasalahkan pasal pengaturan penyadapan yang diatur dalam peraturan pemerintah.

Pemohon atas pengujian materil pasal tersebut adalah Anggara, Supriyadi Widodo Eddyono, dan Wahyudi. Mereka keberatan atas isi Pasal 31 ayat (4) UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik.

"Para pemohon mendalilkan Pasal 31 ayat (4) bertentangan dengan UUD 1945 karena frase diatur dengan peraturan pemerintah tidak sesuai dengan perlindungan hak asasi para pemohon, di mana pengaturan penyadapan dalam PP tidak akan cukup menampung artikulasi mengenai penyadapan," ujar kuasa hukum pemohon Totok Yuli Yanto saat pembacaan dalil di Gedung MK Jakarta, Selasa (9/2).

Pemohon menyatakan penyadapan oleh aparat hukum atau institusi resmi negara tetap kontroversial karena merupakan praktek invasi atas hak-hak privasi warga negaranya atas privasi kehidupan pribadi, keluarga maupun korespondensi. Penyadapan, sambungnya, juga memiliki kecenderungan berbahaya bagi hak asasi manusia walau ia bertujuan sebagai pencegah dan pendeteksi kejahatan.

"Karena penyadapan merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia, sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin menyimpangi hak privasi warga negara tersebut, negara haruslah menyimpangi dalam bentuk UU bukan dalam bentuk PP sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945," jelasnya.

Pemohon meminta agar majelis hakim MK menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian. Selain itu, pemohon juga meminta agar majelis menyatakan muatan pasal yang dipermasalahkan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Hakim MK Arsyad Sanusi menanggapi hal tersebut. Ia mempertanyakan alasan konkret pemohon sehingga dinyatakan inkonstitusional. Ia juga meminta penjelasan atas kerugian berlakunya pasal bermasalah tersebut.

"Di mana kerugian spesifik yang Anda alami?" tanya dia.

Kuasa hukum pemohon menyatakan bahwa kerugian didapatkan ketika kliennya mencari data untuk keperluan menyelesaikan kasus klien yang ditangani. Jawaban tersebut tidak memuaskan hakim Ahmad Sodiki. Ia menyatakan bahwa pernyataan itu tidak tercermin dalam permohonan yang diajukan. Ia meminta agar penjelasan dilengkapi.

"Kalau dalam UU, saudara sebagai warga negara masih punya kesempatan untuk berpartisipasi. Kalau dalam bentuk PP, itu dinilai kerugian sepihak dengan karena hanya dari pemerintah saja," tukasnya.


Sumber : Dinny Mutiah, MEDIA INDONESIA

0 comments:

Post a Comment