Tuesday 8 November 2011

Hukum Pidana Internasional


DEFINISI HPI

Bertolak dari perkembangan zaman terdapat beberapa perbuatan yang dilarang, yang kekuatan berlakunya tidak hanya dipertahankan oleh kedaulatan suatu Negara tetapi yang dipertahankan oleh masyarakat internasional. Perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional yang merupakan pokok dari hukum pidana internasioanal.

Definisi HPI, menurut para ahli :

Antonio Casese:
HPI sebagai bagian dari aturan-aturan internasional mengenai larangan-larangan, kejahatan internasional dan kewajiban negara melakukan penuntutan dan hukuman beberapa kejahatan.

Remmelink:
Menggunakan istilah Hukum pidana supranisional, HPI pada hakekatnya adalah hukum pidana yang keberlakuan pada hukum antar bangsa tidak bisa mengesampingkan prinsip-prinsip internasional dan kebiasaan-kebiasaan internasional.

Roling :
HPI sebagai hukum yang menentukan hukum pidana nasional yang akan ditetapkan terhadap kejahatan-kejahatan yang nyata-nyata dilakukan jika terdapat unsur-unsur internasional didalamnya.

Dari beberapa definisi tersebut diatas ada 2 hal penting dari HPI
1.      materil HPI
adalah perbuatan-perbuatan yang menurut hukum internasional baik berdasarkan hukum kebiasaan internasional adalah kejahatan internasional.

2.      formil HPI
HPI adalah aspek internasional dan hukum pidana nasional


Secara singkat HPI didefinisikan sbg seperangkat aturan yang menyangkut kejahatan-kejahatan internasional yang penegakannya dilakukan oleh negara atas kerja sama internasional / oleh masyarakat internasional melalui suatu lembaga internasional baik yang bersifat permanen atau sementara. (ad hoc).
Atau dengan kata lain HPI adalah sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh subjek-subjek hukumnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu
Sejarah Hukum Pidana Internasional
Tuntutan Internasional perihal kejahatan perang pertama kali dilakukan terhadap peter von Hadenbach di breisach jerman. Tahun 1474 dan diadili austrlia oleh 28 hakim dari persekutuan negara kerajaan sucu roma & dinyatakan bersalah atas pembunuhan perkosaan sumpah palsu & kejahatan lain melawan hukum Tuhan pada saat melakukan kedudukan militer & dia dijatuhi hukuman mati. Dilain pihak kejahatan internasioanl yang merusak hukum antar bangsa yaitu antara inggris & amerika dikenal jay treoty tanggal 19-11-1974 dan perjanjian nyon.

Seorang ahli hukum belanda Hugo Degrood dalam bukunya kejahatan perang ada 3 hal.
  1. peperangan yang dilakukan dengan niat tidak benar
  2. pelaksanaan peperangan melawan hukum bertanggungjawab atas akibat yang terjadi dan sepatutnya diketahui.
  3. jendral atau prajurit yang sesungguhnya dapat mencegah kejadian yang merugikan sepenuhnya dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan perbuatan.

Disamping itu juga yang turut mempengaruhi perkembangan HPI adalah kejatan genosida yang telah diurai tahun 1918 terhadap pemimpin jerman dan turki yang melakukan pembersihan etnis minoritas armenia, pembantaian suku bantu tahun 1904 oleh tentara jerman di Nabia, pembantaian suku kurdi di turki, pembantaian oleh nazi jerman, pembantaian suku huttu oleh suku rutsi di kurundi.

Kejahatan kemanusiaan untuk pertama kali dikenal dalam deklarasi bersama antara perancis, inggris, dan rusia pada tanggal 24-3-1915 deklarasi ini tujukan turki atas kekejaman terhadap suku armenia, setelah perang dunia ke-1 berakhir sekutu mendirikan komisi pada tahun 1913 dengan dibentuknya internasional kriminal tribunal for the former internasional criminal, resolusi Dewan Keamanan PBB no 995 tgl 8-11-1994 untuk membentuk ICTR di Rwanda.

Keberadaan HPI semakin sempurna dengan ditandatangani statuta roma untuk membentuk Mahkamah Pidana Internasional yaitu sebuah pengadilan terhadap tindak kejahatan yang paling serius yang menjadi perhatian internasional yakni Agresi genosida kejahatan terhadap kemanusiaan & kejahatan perang.

Era Abad 16 Masehi
Pada era Kerajaan Romawi dibawah Kaisar Justinianus, dimana dengan kekuatan undang-undang, Justinianus telah memberikan dukungan perdamaian ke seluruh Kerajaan Romawi termasuk jajahanya. Peraturan tentang perang diperjelas dan harus dilandaskan pada sebab yang layak dan benar, diumumkan sesuai dengan aturan kebiasaan yang berlaku dan dilaksanakan dengan cara cara yang benar. Pengaturan pengaturan tersebut berasal dari pengajaran hukum yang diberikan oleh ahli-ahli hukum seperti Cicero dan St Augustine. Mereka yang melakukan tindakan pelanggaran atas hukum kebiasaan dan hukum Tuhan dari suatu bangsa disebut dan dikenal kemudian sebagai kejahatan internasional
Era Pasca Perang Salib
Perkembangan tindak pidana internasional setelah perang salib diawali dengan munculnya tindakan pembajakan di laut, yang dipandang sebagai musuh semua bangsa karena telah merusak hubungan perdagangan antar bangsa yang dianggap sangat penting pada masa itu, namun demikian perang tetap merupakan tindakan yang dipandang tidak layak dan masih dipersoalkan terutama dikalangan para ahli hukum dari berbagai bangsa yang sudah maju pada masa itu.
Era Francisco de Vittoria 1480-1546
Era penjajahan disertai dengan penyebarluasan agama Kristen dengan cara-cara kekerasan dan kekejaman telah berkecamuk terutama yang telah dilakukan oleh Kerajaan Spanyol terhadap penduduk pribumi Indian, pada masa itu munculah seorang professor theologia, Francisco de Vittoria yang memperingatkan kerajaan bahwa ancaman perang dan peperangan tidak dapat dibenakan dengan alasan perbedaan agama, perluasan kerajaan dan kemenangan yang bersifat pribadi sekalipun dengan alasan untuk self defence, maka kerugian atau kekerasan sedapat-dapatnya diperkecil, Pandangan dari Vittoria ini dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah bagi perkembangan hukum hukum pidana internasional pada masa yang akan datang
Era Abad 16-18 ,pakar hukum Alberto Gentili, Francisco Suares, Samuel Pufendorf dan Emerich de vattel dan Era Hugo de Groot, 1625
Perkembangan pesat tentang masalah perang di dalam sejarah hukum internasional terjadi pada abad 16-18 ketika penulis-penulis terkenal seperti, Alberto Gentili, Francisco Suarez, Samuel dan Emerich de Vattel telah membahas dan mencari dasar-dasar hukum suatu peperangan. Namun seorang tokoh yang terkenal pada masa itu adalah seorang ahli hukum Belanda, Hugo Grotius yang telah menulis dan menerbitkan sebuah treatise “ the Law of War and Peace in The Tree Books” pada tahun 1625
Pasal 227 Diktat Verssailles tidak dipatuhi
Perjanjian Versailes yang mengakhiri Perang Dunia I, ternyata dalam praktek hukum Internasional tedak berhasil melaksanakan ketentuan pasal 227 yang menetapkan antara lain penuntutan dan penjatuhan pidana atas pelaku kejahatan perang
Era 1920
Pada masa ini telah tampak adanya upaya pembentukan mahkamah pidana internasional terutama setelah terbentuknya liga bangsa-bangsa, upaya ini berasal dari sejumlah ahli hukum terkemuka antara lain Vespasien Pella, Megalos Ciloyanni dan Rafael. Dukungan atas upaya tersebut juga berdatangan dari perkumpulan masyarakat international
Liga Bangsa-Bangsa, 1927
Liga bangsa-bangsa telah membuka era baru dalam sejarah hukum pidana internasional dengan menetapkan bahwa perang agresi atau a war of aggression merupakan internasional crime, bahkan pernyataan LBB tersebut merupakan awal dari penyusunan kodifikasi dalam bidang hukum pidana internasional. Namun demikian pada saat itu pembentukan suatu Mahkamah Internasional yang dapat menetapkan telah terjadinya pelanggaran atas kodifikasi tersebut masih belum secara serius diperbincagkan.
Era Pasca Perang Dunia II
Perang Dunia II telah melahirkan berbagai tindak pidana baru yang merupakan pelanggaran atas perjanjian-perjanjian yang telah ditandatangani di antara Negara anggota liga bangsa-bangsa. Pelanggaran pelanggaran tersebut adalah dalam bentuk kekejaman yang tiada taranya serta pelanggaran atas hukum perang yang tiada bandingnya oleh pihak tentara jerman dan sekutunya, kejadian-kejadian itu telah memperkuat kehendak untk mengajukan kembali gagasan pembentukan suatu Mahkamah Pidana Internasional. Profesor Lauterpacht dan Hans Kelsen yang menegaskan bahwa pembentukan mahkamah itu sangat penti untuk mengadili penjahat perang dan sekaligus membawa akibat penting terhadap perbaikan perbaikan di dalam hubungan internasional.
Nuremberg Trial 1946 (Nazi Jerman)
Jerman dibawah kepemimpinan Adolf Hitler memulai kancah perang dunia kedua dengan menganeksasi Polandia pada September 1939, tepatnya dikota Danzig litzkrieg, pada Tahun 1940, Hitle rmenaklukkan Denmark, Norwegia, Belanda, Belgia dan Perancis. Tahun tersebut merupakan tahun kemenagan NaziJerman. Dalam waktu yang bersamaan dengan perang dunia kedua, bahkan jauh sebelumnya, Hitle rtelah melakukan genosida terhadap bangsa Yahudi hamper diseluruh daratan Eropa.
Genosida yang dilakukan oleh Nazi Jerman selanjutnya dikenal dengan istilah holocaust. Secara harafiah ‘holocaust’ berart ideskripsi genosida yang dilakukan terhadap kelompok-kelompok minoritas diEropa dan Afrika Utara selama perang dunia kedua oleh Nazi Jerman
PBB Menetapkan perbuatan-perbuatan sebagai delicta juris gentium
Pada tahun 1947 masalah pembentukan Mahkamah Pidana Internasional diserahkan kepada Internasioanal law Commision, yang terdiri dari kelompok ahli hukum terkemuka dari seluruh Negara , yang dibentuk oleh PBB dan bertugas menyusun suatu kodifikasi hukum internasional, bertitik tolak dari pengalaman-pengalaman sebagai akibat peperangan, maka masayarakat internasional melalui PBB telah sepakat dan menempatkan kejahatan-kejahatan yang dilakaukan semasa peperangan sebagai kejahatan yang mengancam dan merugikan serta merusak tatanan kehidupan masyarakat internasional, kejahatan-kejahatan itu antara lain agresi, kejahatan perang, pembasmian etnis tertentu, pembajakan laut dll.
Resolusi PBB, 21 November 1947
Bahwa sampai dengan awal abad ke-20 hukum pidana internasional belum memasyarakat dikalangan pakar-pakar hukum di Negara yang menganut system hukum common law.
Pengakuan secara internasional terhadap pentingnya internasional criminal law pertama kali terjadi melalui resolusi yang diajukan oleh Sidang Umum Perserikatan bangsa-bangsa tanggal 21 November 1947, resolusi menghendaki dibentuknya suatu panitia kodifikasi hukum internasional.
Era Tokyo Trial 1948
Tanggal 23 Desember 1948, berdasarkan keputusan pengadilan internasional di Tokyo, Jepang, tujuh orang pemimpin negara ini pada era Perang Dunia II, menjalani hukuman mati. Pengadilan di Jepang ini merupakan lanjutan dari pengadilan Nurenberg Jerman yang dilakukan untuk mengadili para penjahat perang. Sebanyak 25 orang pejabat Jepang diadili dan 18 di antaranya dijatuhi hukuman penjara. Hideki Toyo, Perdana Menteri Jepang pada era PD II adalah pejabat tertinggi yang diadili di pengadilan internasional Jepang itu dan dijatuhi hukuman mati.
Tuduhan yang dinisbatkan kepada para pejabat dan perwira Jepang tersebut adalah, membunuh, menyiksa tawanan yang sakit dan tawanan sipil, menjalankan kerja paksa, merampok barang-barang milik umum dan pribadi, menghancurkan kota-kota dan pedesaan tanpa alasan militer, melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan kejahatan barbarisme lainnya terhadap warga sipil di negara-negara yang diduduki Jepang selama PD II.

sumber: http://dwinandanatalistyo.blogspot.com/2008/11/sejarah-hukum-pidana-internasional.html

0 comments:

Post a Comment